GUDANG NARASI – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, secara resmi mengeluarkan imbauan kepada seluruh jajaran pemerintah kabupaten/kota serta masyarakat di wilayah Jawa Timur untuk tidak menyelenggarakan pesta kembang api pada malam pergantian tahun 2025 ke 2026. Sebagai gantinya, Khofifah mengajak seluruh elemen warga untuk memusatkan kegiatan pada doa bersama dan refleksi akhir tahun.
Langkah ini diambil bukan tanpa alasan. Gubernur Khofifah menegaskan bahwa imbauan tersebut didasari oleh rasa empati dan solidaritas yang mendalam terhadap bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia baru-baru ini. Banjir bandang dan tanah longsor di beberapa daerah seperti Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara telah menimbulkan korban jiwa serta duka yang mendalam bagi bangsa.
Wujud Empati dan Solidaritas Nasional
Dalam keterangannya di Surabaya, Jumat (26/12/2025), Gubernur Khofifah menyampaikan bahwa momen pergantian tahun kali ini seharusnya dimaknai dengan suasana keprihatinan sekaligus harapan. Menurutnya, pesta kembang api yang cenderung bersifat hura-hura dirasa kurang tepat di tengah situasi saudara sebangsa yang sedang berjuang memulihkan diri dari dampak bencana.
“Mari kita sambut Tahun Baru 2026 dengan doa, harapan, dan kepedulian. Saudara-saudara kita di beberapa daerah sedang menghadapi ujian berat. Sudah sepatutnya kita hadir dengan empati. Mengganti kembang api dengan doa bersama adalah wujud nyata dari kebersamaan nasional kita,” ujar Gubernur Khofifah.
Ia menambahkan bahwa doa bersama memiliki makna spiritual yang lebih kuat untuk memohon perlindungan bagi bangsa Indonesia agar dijauhkan dari marabahaya di tahun yang akan datang. Melalui zikir dan doa, masyarakat diharapkan dapat membangun energi positif untuk bangkit bersama menghadapi tantangan masa depan.
Mitigasi Cuaca Ekstrem dan Keamanan
Selain aspek empati, imbauan untuk meniadakan pesta kembang api juga berkaitan dengan faktor keamanan dan mitigasi bencana hidrometeorologi. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), potensi cuaca ekstrem di Jawa Timur masih sangat tinggi hingga awal tahun 2026.
Prediksi BMKG menunjukkan adanya peningkatan curah hujan yang signifikan di wilayah Jawa Timur. Pada Desember 2025, curah hujan mencapai 20%, dan angka ini diprediksi melonjak hingga 58% pada Januari 2026. Kerumunan massa di ruang terbuka saat hujan lebat disertai angin kencang berisiko menimbulkan gangguan keamanan maupun keselamatan publik.
“Kondisi cuaca sedang tidak menentu. Dengan melakukan doa bersama, yang bisa dilakukan di masjid, musala, atau rumah ibadah lainnya, kita juga menjaga keselamatan warga dari potensi cuaca ekstrem yang diprediksi akan meningkat pada pergantian tahun ini,” tambah Khofifah.
Dukungan dari Berbagai Daerah
Imbauan ini disambut baik oleh sejumlah kepala daerah di Jawa Timur. Pemerintah Kota Surabaya dan Malang, misalnya, telah menyatakan akan membatasi kegiatan hiburan yang berlebihan dan lebih memprioritaskan acara-acara yang bersifat religius dan kemanusiaan.
Meski demikian, Gubernur Khofifah menegaskan bahwa pemerintah tetap memberikan ruang bagi roda perekonomian masyarakat untuk terus berputar. Kegiatan UMKM dan pedagang kaki lima tetap diperbolehkan beroperasi, selama tetap menjaga ketertiban dan tidak memicu euforia yang berlebihan.
Harapan di Tahun 2026
Menutup pernyataannya, Khofifah mengajak seluruh tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk memimpin jalannya doa bersama di lingkungan masing-masing. Harapannya, Jawa Timur tetap menjadi provinsi yang aman, damai, dan penuh keberkahan di tahun 2026.
“Kita ingin mengawali tahun dengan sesuatu yang baik. Dengan doa, kita menitipkan harapan agar Jawa Timur senantiasa diberkahi, ekonomi tumbuh, dan masyarakatnya sejahtera,” pungkasnya.










