Gudang Narasi

Gudang Narasi Indonesia

Prabowo Janji Tertibkan Pembalakan Liar untuk Cegah Bencana

Prabowo Janji Tertibkan Pembalakan Liar untuk Cegah Bencana

GUDANG NARASI – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, kembali menegaskan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik pembalakan liar (illegal logging) yang telah lama menjadi masalah serius lingkungan di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Pulau Sumatera. Pernyataan ini disampaikan Presiden menyusul bencana alam berupa banjir bandang dan tanah longsor yang kembali terjadi beberapa minggu terakhir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, yang diduga kuat diperparah oleh kerusakan hutan akibat pembalakan ilegal yang tidak terkendali.

Dalam kunjungannya ke wilayah terdampak di Sumatera Utara, Prabowo menegaskan bahwa pemerintah telah memulai tindakan penertiban terhadap pelaku pembalakan liar.

“Pembalakan liar akan kita tertibkan… sudah kita mulai tertibkan semua itu,” tegasnya di hadapan para pengungsi dan warga setempat.

Hal ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa pemberantasan pembalakan liar akan menjadi salah satu prioritas utama kabinetnya dalam beberapa bulan mendatang.

Mengapa Penertiban Pembalakan Penting Sekarang?

Isu pembalakan liar bukan hal baru di Indonesia, tetapi kekhawatiran publik dan pemerintah meningkat tajam setelah bencana yang menimbulkan kerugian besar terhadap masyarakat lokal dan ekosistem alam. Banyak analis dan organisasi lingkungan mengaitkan kerusakan hutan yang masif dengan lemahnya pengawasan terhadap izin penebangan serta maraknya pembalakan ilegal yang mencabut pohon-pohon besar tanpa aturan yang jelas.

Bukti nyata dampaknya terlihat dari gelondongan kayu yang terbawa arus sungai dan menjadi salah satu faktor yang memperparah banjir dan longsor baru‑baru ini. Kayu‑kayu besar yang terlihat di sungai dan permukiman warga bukan sekadar sisa kerusakan alam akibat cuaca ekstrem, tetapi diduga berasal dari kegiatan penebangan ilegal jauh sebelum bencana terjadi.

Langkah Pemerintah: Penertiban di Lapangan

Untuk menjawab kekhawatiran tersebut, pemerintah telah mengambil beberapa langkah strategis:

  • Penertiban langsung di lapangan, di mana aparat keamanan dan otoritas kehutanan sudah mulai melakukan operasi untuk menghentikan praktik pembalakan tanpa izin.
  • Koordinasi antarinstansi pemerintah, termasuk Kementerian Kehutanan dan lembaga penegak hukum, untuk memperkuat pengawasan dan tindakan hukum terhadap pelaku usaha yang beroperasi tanpa izin resmi. 
  • Inventarisasi subjek hukum yang terindikasi berkontribusi pada kerusakan hutan di sejumlah wilayah di Sumatera, dengan pengakuan adanya setidaknya 12 perusahaan yang akan segera dikenai tindakan hukum.
  • Pemerintah juga mencabut puluhan izin pemanfaatan hutan seluas ratusan ribu hektar sebagai bagian dari penegakan hukum dan pencegahan kerusakan lanjutan.

Dengan langkah ini, Presiden Prabowo berharap bahwa tidak hanya pembalakan liar yang dihentikan, tetapi juga penataan kembali manajemen hutan yang selama ini lemah dan rentan terhadap pelanggaran.

Respon Publik dan Tantangan

Respons masyarakat luas terhadap janji Prabowo cukup beragam. Banyak yang menyambut baik instruksi tegas tersebut, terlebih di kalangan aktivis lingkungan dan komunitas lokal yang selama ini mengeluhkan kerusakan hutan dan dampaknya pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat adat dan rural.

Namun, beberapa pihak juga mengingatkan bahwa menindak illegal logging bukan pekerjaan mudah. Pembalakan liar sering kali terkait dengan jaringan kuat yang melibatkan pelaku lokal hingga perusahaan besar, serta dukungan logistik yang terkadang sulit dilacak. Karenanya, pendekatan yang sistematis diperlukan, termasuk pemutakhiran data satwa hutan, pengawasan berbasis teknologi, dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Salah satu tantangan utama adalah lembaga penegak hukum perlu kemampuan teknis untuk menyelidiki sumber kayu ilegal dan memisahkannya dari kayu yang berasal dari aktivitas penebangan legal terutama di daerah hutan yang luas dan sulit dijangkau. Keberhasilan penindakan ini juga sangat bergantung pada kualitas koordinasi antarinstansi pemerintah, mulai dari Kementerian Kehutanan hingga aparat kepolisian dan TNI jika diperlukan.