GUDANG NARASI – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, diduga menerima aliran dana sebesar Rp 809,6 miliar dari kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan manajemen perangkat Chrome Device Management (CDM) di lingkungan Kemendikbudristek. Hal ini terungkap dalam pembacaan surat dakwaan terhadap terdakwa Sri Wahyuningsih, eks Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Menurut jaksa, hasil perhitungan kerugian negara dari kasus ini mencapai sekitar Rp 2,1 triliun, terdiri dari kemahalan harga Chromebook sekitar Rp 1,567 triliun dan pengadaan CDM yang dinilai tidak perlu sebesar Rp 621 miliar. Dari jumlah ini, Nadiem disebut menerima Rp 809,6 miliar dalam dugaan “memperkaya diri sendiri atau orang lain”, menurut dakwaan yang dibacakan JPU Roy Riady di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Rincian Pihak yang Diduga Diperkaya
Selain Nadiem, jaksa juga merinci nama-nama lain yang diduga menerima keuntungan dari pengadaan ini. Daftar itu mencakup individu dan sejumlah perusahaan teknologi yang ikut serta memasok perangkat dalam proyek tersebut. Dalam daftar yang dibacakan jaksa tercantum puluhan nama, termasuk perusahaan seperti PT Supertone, ASUS, Lenovo, Dell, Acer, serta sejumlah figur birokrasi dan pihak perorangan lain dengan nominal yang bervariasi.
Latar Belakang Kasus: Program Digitalisasi Pendidikan
Kasus ini bermula dari proyek pengadaan perangkat TIK di Kemendikbudristek tahun 2019–2022 yang digagas sebagai bagian dari program digitalisasi pendidikan. Proyek tersebut dimaksudkan untuk mendistribusikan laptop Chromebook ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, terutama untuk mendukung proses belajar digital. Total anggaran awal untuk pengadaan diperkirakan cukup besar, dan menurut jaksa, prosesnya bermasalah sejak awal.
Jaksa menduga ada penyimpangan dalam perencanaan dan pelaksanaan, termasuk dugaan spesifikasi yang tidak sesuai kebutuhan di banyak daerah, harga yang dinilai berlebihan, dan pengadaan CDM yang tidak memberikan manfaat signifikan. Akibatnya, negara dirugikan triliunan rupiah sedangkan perangkat yang dibeli banyak tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal di sejumlah wilayah.
Pengakuan Terdakwa dan Peran dalam Dakwaan
Dalam sidang dakwaan tersebut, jaksa menyebut perbuatan itu dilakukan oleh Sri Wahyuningsih bersama terdakwa lainnya, termasuk Nadiem Makarim. JPU menegaskan bahwa urutan keputusan dalam pengadaan dan arah teknis pelaksanaan merupakan bagian dari proses yang mengakibatkan kerugian negara dan pengayaan pihak tertentu. Selain Sri dan Nadiem, nama lain seperti mantan Direktur SMP Kemendikbudristek Mulyatsyah dan mantan staf khusus Nadiem, Jurist Tan – yang kini buron – disebut juga dalam dakwaan.
Sidang Perdana dan Jadwal Persidangan
Persidangan atas dakwaan ini dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dengan agenda pembacaan surat dakwaan terhadap para terdakwa termasuk Nadiem Makarim pada hari yang sama pengungkapan kasus dipublikasikan. Ketua majelis dan hakim akan menilai bukti-bukti yang diajukan jaksa dan membahas peran masing-masing terdakwa dalam kerugian negara yang dituduhkan.
Respons Pihak Terdakwa dan Pengacara
Hingga berita ini ditulis, pernyataan resmi dari Nadiem Makarim atau kuasa hukumnya terkait tuduhan ini masih menjadi sorotan publik. Sebelumnya dalam proses penyidikan, pengacara kondang Hotman Paris sempat menyampaikan klaim bahwa kliennya tidak menerima aliran dana apa pun dari pengadaan Chromebook dan menolak adanya kerugian negara yang diperhitungkan jaksa. Pernyataan itu disampaikan dalam konteks praperadilan yang sempat diajukan, meskipun kemudian penetapan tersangka tetap dipertahankan oleh penyidik.
Isu dan Kontroversi yang Muncul
Kasus ini telah menarik perhatian luas masyarakat dan media, tidak hanya karena besaran aliran dana yang disebutkan jaksa, tetapi juga karena dampaknya terhadap reputasi program digitalisasi pendidikan di Indonesia. Kritikus menyoroti aspek transparansi dan efektivitas pengadaan teknologi pendidikan, sementara pendukung Nadiem mengeklaim ia adalah figur yang mendorong reformasi pendidikan dan perlu dibela sampai proses hukum berjalan. Perdebatan tentang apakah dugaan penyimpangan ini merupakan kesalahan kebijakan atau tindak pidana terus berkembang di ruang publik.
Dampak Terhadap Kebijakan Pendidikan
Selain aspek hukum, kasus ini dipandang memiliki implikasi besar terhadap kepercayaan publik pada pengelolaan anggaran pendidikan dan proyek-proyek digital pemerintah. Proyek pengadaan perangkat TIK di sekolah merupakan bagian dari upaya modernisasi pembelajaran, tetapi jika terbukti ada penyalahgunaan, hal ini bisa memperlambat upaya digitalisasi dan menimbulkan skeptisisme di kalangan pendidik maupun orang tua.










