GUDANG NARASI – Langit malam di wilayah Barat Laut Nigeria yang biasanya sunyi mendadak berubah menjadi palagan tempur pada malam Natal, 25 Desember 2025. Serangkaian ledakan dahsyat yang bersumber dari serangan udara militer Amerika Serikat mengguncang pemukiman warga, memicu kepanikan massal di tengah malam yang buta. Warga sipil di Negara Bagian Sokoto melaporkan bahwa getaran ledakan terasa hingga radius belasan kilometer, memaksa ribuan orang keluar dari rumah mereka karena mengira perang besar telah pecah di depan pintu mereka.
Serangan Mendadak di Malam Natal
Serangan ini merupakan langkah militer langsung yang diperintahkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Melalui pengumuman resminya, Trump mengonfirmasi bahwa kapal perang Angkatan Laut AS, USS Paul Ignatius, yang berada di perairan Teluk Guinea, telah meluncurkan rudal-rudal presisi tinggi ke sarang kelompok teroris Islamic State-Sahel Province (ISSP) atau yang dikenal dengan sebutan ISIS di wilayah Sahel.
“Atas perintah saya, militer Amerika Serikat telah meluncurkan serangan mematikan terhadap elemen teroris ISIS di Nigeria. Kami tidak akan membiarkan kelompok radikal terus mengancam stabilitas dan melakukan kekerasan tanpa hukuman,” tegas Trump dalam pernyataan resminya.
Langkah ini mengejutkan komunitas internasional karena dilakukan tanpa pengumuman sebelumnya, meskipun ketegangan terkait meningkatnya kekerasan di wilayah tersebut sudah menjadi perhatian Pentagon dalam beberapa bulan terakhir.
Kesaksian Warga: Antara Teror dan Bingung
Di desa-desa sekitar Sokoto dan Jabo, kepanikan pecah sesaat setelah tengah malam. Warga menggambarkan suara dentuman yang begitu keras hingga membuat kaca-kaca jendela pecah dan dinding rumah retak. Banyak penduduk yang tidak menyadari bahwa serangan tersebut berasal dari sekutu mereka sendiri (AS), melainkan menduga bahwa kelompok teroris sedang melancarkan invasi besar-besaran.
“Kami semua sedang tidur ketika bumi seolah-olah terbelah. Suara ledakannya sangat mengerikan. Kami segera membawa anak-anak dan lari ke arah hutan tanpa membawa apa-apa. Kami pikir teroris sedang membakar desa kami,” ujar Ibrahim Khalil, salah satu warga setempat yang mengungsi.
Kekagetan warga semakin bertambah ketika mereka melihat jet tempur dan drone berputar-putar di langit malam dengan suara mesin yang menderu rendah. Kurangnya komunikasi atau peringatan dini dari pemerintah daerah setempat membuat masyarakat merasa terjebak di tengah zona perang tanpa perlindungan.
Target Operasi dan Respons Pemerintah Nigeria
Komando Afrika AS (AFRICOM) menyatakan bahwa target utama serangan adalah kamp-kamp pelatihan dan pusat komando kelompok Lakurawa, sebuah faksi militan yang baru-baru ini berbaiat kepada ISIS. Kelompok ini telah meneror warga di sepanjang perbatasan Nigeria-Niger dengan melakukan penculikan, pemerasan, dan pembunuhan.
Menteri Luar Negeri Nigeria, Yusuf Maitama Tuggar, mencoba menenangkan publik dengan menyatakan bahwa operasi ini adalah bentuk kerja sama intelijen antara Abuja dan Washington. Menurut Tuggar:
- Operasi Terfokus: Serangan ditujukan secara spesifik pada koordinat yang menjadi basis milisi, jauh dari pusat keramaian penduduk.
- Perlindungan Warga: Pemerintah Nigeria mengklaim bahwa tindakan ini diperlukan untuk mencegah jatuhnya korban sipil yang lebih besar di masa depan akibat ulah teroris.
- Kedaulatan: Meski dikritik karena membiarkan militer asing beroperasi di dalam negeri, pemerintah menegaskan bahwa ini adalah langkah darurat demi keamanan nasional.
Implikasi Keamanan di Masa Depan
Banyak analis keamanan memperingatkan bahwa serangan udara seperti ini adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, kemampuan tempur ISIS di Nigeria mungkin lumpuh sementara. Namun, di sisi lain, serangan yang menyebabkan kepanikan luar biasa di kalangan warga sipil berisiko memicu sentimen anti-Barat dan memudahkan kelompok radikal untuk merekrut anggota baru dari kalangan warga yang merasa trauma.
Hingga saat ini, suasana di Sokoto masih mencekam. Militer Nigeria telah dikerahkan untuk berpatroli guna memberikan rasa aman kepada warga yang perlahan kembali dari pengungsian, sementara tim medis mulai mendata kemungkinan adanya korban luka akibat efek sekunder ledakan.










