GUDANG NARASI – Krisis bahan bakar minyak (BBM) melanda Kota Medan, Sumatera Utara, akibat banjir yang memutus sejumlah jalur utama distribusi. Warga mengeluhkan sulitnya mendapatkan BBM di berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Antrean panjang terjadi di sejumlah SPBU seperti di Jalan Medan Johor, Jalan Tembung, Jalan HM Yamin, Jalan Letda Sujono, Jalan Merak Jingga, dan Jalan Delitua. Antrean mengular hingga ke badan jalan. Bahkan warga terpaksa membeli bensin eceran pinggir jalan dengan harga melonjak tajam yakni dijual Rp50 ribu per liter.
Wulan, warga Medan Johor, mengaku terpaksa membeli bensin eceran karena tak sanggup melihat antrean panjang di SPBU.
“Antriannya panjang sekali, sampai ke badan jalan. Saya sudah ke SPBU di Johor, tapi nggak kuat lihat antriannya. Terpaksa beli eceran satu liter Rp50 ribu. Motor saya sudah habis minyak, sementara saya harus tetap bekerja,” ujar Wulan, Minggu (30/11).
“Kemarin saya beli pertalite eceran Rp15 ribu, tadi sudah Rp45 ribu per liter. Makin naik saja harganya. Yang aneh, penjual eceran ini masih banyak stoknya, sementara SPBU kosong,” ujarnya.
Sementara itu, Mulkan, warga lainnya, mengalami antrean berjam-jam demi mendapatkan BBM.
“Motor sudah kosong kali. Orang-orang sudah marah, kondisi panik. Yang saya heran, Pertamina tetap melayani pembelian pakai jerigen,” keluhnya.
Situasi ini memicu kecemasan luas bukan hanya bagi pengguna kendaraan bermotor, tetapi juga bagi pelaku usaha kecil, transportasi, dan logistik. Ketergantungan pada BBM untuk mobilitas dan distribusi barang membuat masyarakat khawatir bahwa kondisi ini bisa memperparah krisis sosial ekonomi jika pasokan tidak segera pulih.
Pihak pemerintah kota melalui Walikota Medan telah menetapkan status darurat banjir. Pemerintah setempat meminta masyarakat untuk tidak panik dan menghindari panic buying, sembari menyatakan bahwa stok BBM di gudang distributor tetap tersedia. Namun distribusi ke SPBU dan penyaluran ke konsumen terhambat akibat infrastruktur jalan yang terdampak banjir menyebabkan ketidakmerataan pasokan.
Belum ada data resmi yang dipublikasikan tentang volume stok BBM sebelum dan sesudah banjir. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bahan bakar menjadi barang langka dan harga eceran yang melonjak tersebut membebani masyarakat, terutama mereka dengan ekonomi terbatas.
Sementara itu, sejumlah warga menyuarakan kekhawatiran besar atas keberlanjutan kondisi ini. Mereka berharap pihak berwenang dan perusahaan distribusi BBM terutama Pertamina segera memperbaiki jalur logistik, mengirim suplai tambahan, dan mengambil langkah cepat agar pasokan kembali normal. Selain itu, warga meminta penegakan hukum bagi oknum yang menjual BBM eceran dengan harga berlebihan, agar tidak ada eksploitasi di tengah krisis.
Krisis ini menjadi pengingat keras bahwa bencana alam seperti banjir tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik dan pengungsian, tetapi juga bisa memicu krisis bahan pokok dan kebutuhan dasar seperti bahan bakar. Jika tidak segera diatasi, dampaknya bisa meluas ke aspek ekonomi, mobilitas, dan stabilitas sosial di kawasan terdampak.










