GUDANG NARASI – Reuni Akbar 212 kembali digelar pada 2 Desember 2025 di kawasan Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Panitia acara menyatakan bahwa reuni tahun ini mengusung tema “Revolusi Akhlak untuk Selamatkan NKRI dari Penjahat dan Merdekakan Palestina dari Penjajah”, mencerminkan kombinasi isu nasional dan solidaritas luar negeri.
Menurut Ketua Steering Committee (SC) Reuni 212, KH Ahmad Shobri Lubis, inti dari acara ini tetap mempertahankan esensi persatuan umat yang dibangun sejak Aksi Bela Islam 212 pada 2016. Ia menjelaskan bahwa spirit ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antar umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan) menjadi fondasi reuni kali ini.
Berbeda dari reuni sebelumnya yang sering dimulai dengan qiyamullail (shalat malam) hingga subuh berjemaah, rangkaian acara tahun ini akan dimulai selepas salat Magrib. Selanjutnya akan diisi dengan dzikir, doa bersama, dan tausiyah dari para ulama.
Undangan untuk Tokoh Nasional: Prabowo, Anies, dan Menteri
Salah satu poin paling menarik dari reuni kali ini adalah undangan terbuka yang disampaikan panitia kepada berbagai elemen pemerintahan. Ketua SC, Shobri, menyatakan bahwa mereka telah mengundang Presiden Prabowo Subianto, sejumlah menteri, serta pejabat publik terkait.
Menurut laporan panitia, undangan juga dikirim ke nama-nama seperti Menteri Agama, Wakil Menteri Agama, Menteri Pertahanan, Menteri Sekretaris Negara, bahkan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Selain itu, Anies Baswedan juga disebut secara eksplisit sebagai salah satu undangan, mengingat keterlibatannya sebelumnya sebagai “alumnus” acara 212.
Kendati demikian, panitia menegaskan bahwa undangan tersebut bersifat harapan, dan belum ada konfirmasi resmi mengenai siapa saja yang benar-benar akan hadir. Habib Muhammad Alattas, Ketua Panitia Reuni, menyatakan bahwa “udah dapat sebagian konfirmasi, tapi masih proses untuk hadir atau tidaknya.”
Partisipasi Habib Rizieq dan Tokoh Umat Islam
Habib Rizieq Shihab juga diundang dan dijadwalkan hadir dalam reuni. Menurut SC dan panitia, kehadiran Rizieq menjadi salah satu momen penting karena perannya dalam sejarah Gerakan 212. Panitia berharap bahwa reuni kali ini akan mempertemukan umaro (pemerintah), ulama, dan umat Islam dalam suasana religius sekaligus kebangsaan, untuk bersama-sama memohon hidayah, keamanan, dan berkah bagi Indonesia.
Isu Politik dan Solidaritas Internasional
Tema “Revolusi Akhlak” dipilih tak hanya sebagai seruan moral, tetapi juga sebagai kritik terhadap kondisi sosial-politik saat ini. Panitia menyebut “penjahat” sebagai kata kunci dalam tema, yang dapat ditafsirkan sebagai sindiran terhadap korupsi, ketidakadilan, atau kekuasaan yang dinilai menyimpang.
Selain itu, isu Palestina muncul kuat dalam tema reuni “Merdekakan Palestina dari Penjajah”. Hal ini menegaskan bahwa reuni 212 tahun ini juga ingin menampilkan solidaritas internasional atas penderitaan rakyat Palestina, menjadikannya bagian dari agenda moral umat Islam Indonesia.
Persiapan Teknis dan Imbauan untuk Massa
Panitia telah mengimbau para peserta dari berbagai daerah untuk menghadiri reuni dengan membawa perlengkapan pribadi, seperti sajadah untuk salat, payung atau jas hujan karena musim hujan, dan mungkin bendera baik bendera nasional maupun simbol solidaritas seperti bendera Palestina.
Rute dan akses lokasi juga telah dipersiapkan: pintu masuk Monas diperkirakan dibuka dari beberapa pintu, termasuk Pintu Gambir (tenggara), Pintu Timur, pintu di dekat patung kuda, dan lainnya. Untuk parkir, panitia menyatakan bahwa kantong parkir akan disiapkan di area IRTI Monas, Lapangan Banteng, Perpustakaan Nasional, dan kawasan Kemayoran agar tidak terjadi kemacetan parah di pusat kota.
Panitia menyatakan harapan besar bahwa reuni ini menjadi momentum rekonsiliasi. Mereka ingin menghapus sekat-sekat di antara elemen umat dan tokoh nasional, menegaskan bahwa Reuni 212 bukan milik kelompok tertentu, tetapi milik bangsa. Dalam pandangan mereka, kehadiran umaro (pemerintah) bersama ulama dan massa akan memperkuat sinergi dan ikatan kebangsaan.
Namun, tantangan tidak bisa diabaikan. Karakter reuni 212 yang kerap politis menimbulkan pertanyaan: apakah ini benar-benar semata-mata acara religius dan persatuan, atau juga instrumen tekanan politik? Undangan ke figur seperti Presiden Prabowo dan Anies Baswedan bisa dipandang sebagai simbol legitimasi politik. Ada juga pertanyaan mengenai bagaimana keamanan acara, terutama dengan potensi massa yang besar di Monas.
Di sisi lain, tema solidaritas Palestina bisa menjadi ajang moral yang kuat, tetapi juga berisiko memicu kontroversi jika tidak dikelola dengan hati-hati, mengingat isu geopolitik yang sensitif.










