GUDANG NARASI – Karir Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Basuki di institusi Polri harus berakhir dengan pahit. Perwira menengah Polda Jawa Tengah (Jateng) tersebut resmi dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau dipecat, menyusul serangkaian penyelidikan dan sidang kode etik terkait kematian dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, Dwinanda Linchia Levi (35).
Keputusan berat ini ditetapkan dalam Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar secara tertutup di Mapolda Jateng pada Rabu (3/12/2025). Sidang tersebut merupakan puncak dari kasus yang mencuat sejak pertengahan November 2025, ketika Dwinanda akrab disapa Levi ditemukan meninggal dunia di sebuah kostel di kawasan Gajahmungkur, Semarang, saat sedang bersama AKBP Basuki.
Tiga Alasan Utama Pemecatan
Kuasa hukum keluarga korban, Zainal Abidin Petir, yang turut hadir dalam persidangan, mengungkapkan bahwa setidaknya ada tiga pertimbangan utama yang mendasari putusan PTDH terhadap mantan Kasubdit Dalmas Ditsamapta Polda Jateng tersebut:
- Melakukan Perbuatan Tercela: Basuki dinilai telah melakukan perbuatan tercela yang secara signifikan menurunkan citra dan wibawa institusi Polri di mata publik.
- Hubungan Asmara dan Seksual di Luar Nikah: Basuki terbukti menjalin hubungan asmara dan melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita yang bukan pasangan resmi atau istri sahnya, yaitu korban Dwinanda Linchia Levi. Keduanya diketahui telah tinggal satu kamar di kostel tersebut selama kurang lebih dua tahun, meskipun Basuki juga masih sering pulang ke rumah istrinya.
- Merusak Citra Polri karena Viral: Tindakan dan keterlibatan Basuki dalam kasus kematian dosen Untag ini menjadi viral dan sorotan publik, yang dinilai semakin merusak citra Korps Bhayangkara.
“Putusan PTDH ini adalah sanksi berat yang sudah sesuai dengan harapan kami. Ini menunjukkan komitmen kepolisian untuk bersih-bersih diri, karena citra polisi akan semakin jelek kalau tidak di-PTDH,” ujar Zainal Petir seusai persidangan.
Kejanggalan Kronologi dan Proses Pidana Berlanjut
Selain pelanggaran kode etik, sidang juga mengungkap adanya sejumlah kejanggalan dalam kronologi kematian korban. Berdasarkan keterangan Basuki yang disampaikan ulang oleh kuasa hukum, ia mengaku melihat Levi sudah tersengal-sengal napasnya pada pukul 12 malam. Namun, dengan alasan kelelahan, Basuki memilih untuk tertidur.
“Ketika bangun sekitar jam 4 pagi, dicek sudah meninggal,” ungkap Zainal menirukan keterangan Basuki di persidangan.
Keterangan ini disebut berubah-ubah dari pernyataan awal Basuki yang menyebut Levi meninggal sekitar pukul 05.30 WIB. Selain itu, kondisi korban yang ditemukan tanpa busana juga disoroti, di mana Basuki mengaku korban sendiri yang menanggalkan pakaiannya.
Meskipun sanksi etik telah dijatuhkan, Polda Jateng memastikan bahwa proses penyidikan pidana terkait kematian Dwinanda Linchia Levi masih terus berjalan di Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum). Dugaan pidana sejauh ini berfokus pada potensi kelalaian yang menyebabkan kematian. Pihak penyidik masih menanti hasil otopsi lengkap dan analisis laboratorium forensik untuk memastikan ada atau tidaknya unsur pidana lain, mengingat Basuki hingga kini masih berstatus sebagai saksi kunci.
Hak Banding dan Penahanan
Usai dijatuhi PTDH, AKBP Basuki diberikan waktu tiga hari untuk mengajukan banding kepada Mabes Polri. Kuasa hukum keluarga korban memprediksi upaya banding akan ditempuh. Selain sanksi PTDH, Basuki juga harus menjalani penahanan selama 30 hari ke depan di ruang Penempatan Khusus (Patsus) Polda Jateng.
Kasus ini menjadi salah satu penegasan upaya bersih-bersih institusi Polri, terutama dalam menanggapi kasus yang melibatkan perwira menengah dan telah menjadi perhatian nasional.











