Gudang Narasi – Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029 dengan investasi sebagai engine of growth. Investasi di sektor properti menjadi salah satu pendorong utama karena memiliki multiplier effect tinggi.
Hingga kuartal III-2025, realisasi Investasi mencapai Rp1.434,3 triliun atau 75,3% dari target tahunan, terdiri dari PMDN Rp789,7 triliun dan PMA Rp644,6 triliun. Kontributor terbesar berasal dari industri logam dasar, transportasi dan telekomunikasi, serta perumahan dan kawasan industri. Investasi di sektor perumahan dan kawasan industri sendiri mencapai Rp105,2 triliun.
“Properti dan bahan bangunan bukan hanya memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan rantai pasok,” ujar Ricky Kusmayadi, Staf Ahli Kementerian Investasi/BKPM dalam Forum Inabanks Investment & Property Outlook 2026 pada Rabu (12/11/2025).
Untuk memperkuat iklim investasi, pemerintah terus memperluas reformasi regulasi dan digitalisasi perizinan melalui Omnibus Law (UU No. 6/2023), PP No. 28/2025 tentang Perizinan Berbasis Risiko, serta peningkatan layanan OSS yang kini menerapkan prinsip fiktif positif dan Service Level Agreement (SLA). “Kepastian hukum dan perizinan yang efisien menjadi fondasi pertumbuhan investasi yang berkelanjutan,” tambah Ricky.
Sementara itu, Pengamat CBRE Indonesia Anton Sitorus memperkirakan 2026 menjadi fase pemulihan moderat bagi sektor properti. Ia menilai segmen logistik dan industri akan tetap menjadi penopang utama, sementara pasar residensial menuju stabilisasi. CBRE memproyeksikan suku bunga KPR turun ke 4,5%–5,5% dan pertumbuhan ekonomi bertahan di sekitar 5%.
Ke depan, tren utama properti mencakup gedung hijau berkelanjutan, kawasan TOD, dan adopsi PropTech berbasis AI. “Pengembang yang adaptif terhadap digitalisasi dan keberlanjutan akan menjadi pemain dominan di masa depan,” ujarnya.
Adapun Buhari Sirait, Direktur Pembiayaan Perumahan Perkotaan Kementerian PKP juga optimistis sektor perumahan tumbuh positif pada 2026, didorong penurunan BI Rate ke 4,75%, stimulus fiskal, serta pembangunan infrastruktur strategis seperti MRT Fase 2, LRT Jabodebek, dan Tol Layang Jabodetabek.
Dia menyebut bahwa target pembangunan dan renovasi 3 juta rumah hingga 2029 yang dicanangkan pemerintah merupakan bagian dari agenda penyediaan hunian layak dan pengentasan kemiskinan.
Manfaat Sosial dan Lapangan Kerja
Selain dampak ekonomi makro, sektor properti juga menawarkan manfaat sosial signifikan. Proyek-proyek perumahan, terutama rumah terjangkau (MBR), sangat penting dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Program 3 juta rumah setiap tahun, misalnya, menjadi tulang punggung kebijakan nasional untuk meredam backlog rumah sekaligus menciptakan lapangan kerja.
Berbagai studi juga menunjukkan bahwa properti adalah industri padat karya — dari konstruksi, pemasok bahan bangunan, arsitek, hingga sektor logistik. Karena itu, ekspansi properti akan menyerap tenaga kerja besar dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Fitur keunggulannya antara lain bebas biaya provisi, angsuran tetap hingga jatuh tempo, serta hadiah porsi haji/umrah tanpa undian. BSI juga memperluas kerja sama dengan pengembang seperti Summarecon, CitraLand, dan Bosowa Bina Insani untuk menghadirkan solusi hunian bagi segmen prioritas, termasuk tenaga kesehatan, pendidik, dan pelaku usaha
Tantangan dan Risiko
Meski potensi sangat besar, sektor properti tetap menghadapi beberapa tantangan. Pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) masih terpengaruh oleh suku bunga dan risiko kredit. Kementerian Keuangan dan perbankan harus terus menciptakan mekanisme pembiayaan yang affordable, khususnya untuk pembeli rumah pertama atau segmen berpenghasilan rendah.
Selain itu, investor properti dan pengembang perlu waspada terhadap siklus pasar, terutama di segmen komersial. Peningkatan suku bunga, inflasi bahan bangunan, atau perlambatan ekonomi global bisa menjadi hambatan.
Kebijakan insentif juga tidak boleh bersifat satu arah. Pemerintah harus memastikan insentif tetap tepat sasaran dan tidak memicu gelembung properti di segmen tertentu, sembari menjaga stabilitas fiskal jangka panjang.
Kesimpulan: Pilar Ekonomi 2026
Sektor properti diperkirakan akan memainkan peran sangat strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2026. Dengan dukungan kebijakan fiskal, likuiditas yang longgar, dan investasi swasta, properti bisa menjadi mesin pertumbuhan baru — atau dalam istilah REI, menjadi inti dari paradigma Propertinomic.
Melalui dampak multiplier yang luas dan kemampuan menyerap tenaga kerja, ekspansi properti tidak hanya memberikan kontribusi langsung ke PDB, tetapi juga memperkuat sektor-sektor lain. Namun, agar potensi ini terwujud secara optimal, kolaborasi antara pemerintah, perbankan, dan pengembang harus terus dikuatkan, dan kebijakan harus dikelola dengan hati-hati untuk menghindari risiko berlebih.
Jika prediksi tersebut tepat, maka tahun 2026 bisa menjadi momen kebangkitan properti Indonesia — bukan hanya sebagai investasi, tetapi sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.










