GUDANG NARASI – Sebuah peristiwa geologis luar biasa terjadi di Ethiopia pada Minggu pagi (23 November 2025), ketika gunung berapi Hayli Gubbi di wilayah Afar meletus untuk pertama kalinya dalam sekitar 12.000 tahun. Letusan ini mengejutkan komunitas akademis maupun masyarakat lokal karena tidak ada catatan erupsi besar selama periode Holosen, sejak akhir zaman es terakhir.
Menurut Pusat Peringatan Abu Vulkanik Toulouse (VAAC), material letusan melesat ke udara hingga setinggi 14 kilometer. Kolom abu yang sangat tebal tersebut kemudian terbawa angin dan menyebar melintasi Laut Merah menuju Yaman dan Oman. Bahkan, hasil pemantauan menunjukkan bahwa partikel abu halus sempat terdeteksi hingga India utara dan Pakistan.
Di desa terdekat, Afdera, penduduk mengaku cemas. Abu vulkanik menutupi permukiman dan lahan padang rumput, yang sangat berdampak pada peternak lokal. Seorang pejabat setempat, Mohammed Seid, menyatakan meskipun belum ada laporan korban jiwa, penyebaran abu mempersulit hewan ternak untuk mencari makan.
Seorang warga, Ahmed Abdela, menggambarkan sensasi letusan sebagai “seperti bom tiba-tiba dilemparkan,” disertai suara ledakan keras dan gelombang kejut. Beberapa wisatawan dan pemandu wisata juga terdampar di Afdera setelah hujan abu menutup akses menuju gurun Danakil, yang menjadi tempat wisata populer.
Latar Geologi: Zona Aktif dan Tektonik
Gunung Hayli Gubbi berada di Lembah Rift (Rift Valley), tepatnya di wilayah Afar, yang dikenal sebagai zona dengan aktivitas tektonik tinggi. Di sini, lempeng tektonik Afrika dan Arabat saling menjauh, menciptakan kondisi ideal bagi proses naiknya magma dari mantel bumi.
Sebagai gunung “perisai” (shield volcano), Hayli Gubbi biasanya dikaitkan dengan aliran lava yang menyebar perlahan, bukan erupsi eksplosif. Itu sebabnya kolom abu besar seperti yang terlihat kali ini sangat luar biasa menurut para ahli. Volkanolog seperti Juliet Biggs dari Universitas Bristol bahkan menyebutkan bahwa erupsi kali ini memicu “lomba ilmiah” karena bisa membuka jendela baru dalam pemahaman aktivitas gunung berapi yang jarang terpantau.
Ahli lain, Arianna Soldati, menyebut bahwa meskipun tidak ada catatan erupsi selama Holosen (sekitar 12.000 tahun), itu tidak berarti gunung seperti Hayli Gubbi sepenuhnya “mati.” Karena proses tektonik masih aktif, kondisi untuk pembentukan magma bisa tetap ada dan melepaskan energi secara tiba-tiba, bahkan setelah ribuan tahun dormansi.
Implikasi Sosial dan Ekonomi
Meskipun tak ada korban jiwa yang dilaporkan sejauh ini, dampak sosial-ekonomi sudah mulai terasa. Abu vulkanik menutupi desa, dan peternak menemukan hewan ternaknya kehilangan akses ke pakan karena padang rumput tertutup abu. Selain itu, wisatawan di Gurun Danakil terjebak di desa Afdera setelah akses tertutup abu, memengaruhi industri pariwisata lokal.
Erupsi ini juga menghadirkan risiko penerbangan. Kolom abu vulkanik yang sangat tinggi menciptakan potensi gangguan bagi pesawat. Otoritas penerbangan dan lembaga pemantau abu vulkanik kemungkinan besar akan terus memantau arah pergerakan abu agar bisa memberi peringatan dini kepada maskapai yang melintas wilayah terdampak.
Perspektif Ilmiah dan Masa Depan Vulkanik
Bagi komunitas ilmiah, erupsi Hayli Gubbi merupakan momen penting. Karena belum pernah tercatat dalam catatan modern (tidak ada letusan yang tercatat dalam Holosen), kejadian ini bisa menjadi kunci untuk memahami pola aktivitas gunung berapi di wilayah Rift Afar yang sangat kurang diteliti.
Sebelumnya, para peneliti telah mencatat beberapa sinyal aneh: data satelit menunjukkan pergerakan ground (inflasi) di area Hayli Gubbi, dan ada indikasi magma telah menekan dari bawah kawah. Fakta ini menegaskan bahwa meski tidak aktif secara historis, gunung ini mungkin selalu memiliki potensi letusan di masa depan.
Jika aktivitas tektonik dan magmatik terus berlanjut di zona ini (lempeng Afrika dan Arab yang terus merenggang), para ilmuwan memperingatkan bahwa letusan serupa mungkin akan terjadi lagi meski kapan, sulit diprediksi.










