Gudang Narasi

Gudang Narasi Indonesia

Pelaku Usaha Logistik Dukung Kebijakan Ketahanan Energi Nasional

Pelaku Usaha Logistik Dukung Kebijakan Ketahanan Energi Nasional

GUDANG NARASI – Para pelaku usaha logistik dan rantai pasok nasional menyampaikan apresiasi dan dukungan atas langkah strategis pemerintah dalam memperkuat ketahanan energi nasional sepanjang tahun 2025. Kebijakan hilirisasi energi, akselerasi transisi EBT, program B40, hingga peningkatan lifting minyak dinilai tidak hanya berdampak positif ketahanan energi, namun juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan efek berantai pada sektor logistik rantai pasok nasional.

Ketua Dewan Pembina DPP ALFI sekaligus Senior Vice President FIATA Yukki Nugrahawan Hanafi, menekankan bahwa berbagai inisiatif kebijakan tersebut memiliki efek berganda tidak hanya pada sektor energi itu sendiri, namun juga terhadap daya saing ekonomi dan penguatan ekosistem logistik rantai pasok nasional.

“Kami mengapresiasi pemerintah yang berkomitmen meningkatkan ketahanan energi nasional melalui berbagai kebijakan strategis. Ketika sektor energi kuat dan berfokus pada domestic supply chain, maka permintaan pada sektor logistik rantai pasok turut mengalami kenaikan,” katanya, sebagaimana dikutip dalam keterangannya, Jumat (14/11).

Yukki menambahkan bahwa kebijakan pemerintah pada sektor energi ini telah menyebabkan naiknya kebutuhan akan transportasi logistik baik untuk distribusi bahan bakar migas atau biofuel, peralatan pendukung infrastruktur pada proyek transisi energi, hingga distribusi energi ke wilayah terpencil sehingga berdampak pada pemerataan permintaan. Naiknya kebutuhan permintaan ini diartikan sebagai peningkatan volume yang berpotensi menekan biaya logistik nasional menjadi lebih efisien dalam jangka panjang.

Sebagai contoh, realisasi lifting minyak terus menunjukan peningkatan yang on track dengan target menuju 1 juta barel per hari, dimana hingga November ini SKK Migas mencatat produksi minyak yang telah mencapai 606.020 barel per hari, melebih target APBN 2025. Juga sama halnya dengan target B50 yang akan mengalihkan ekspor CPO ke pasar domestik yang nantinya akan mendorong permintaan logistik untuk distribusi bahan baku. Kami memaknai angka pertumbuhan ini dengan optimis untuk melihat peluang bisnis pada sektor logistik.

Peningkatan Volume dan Efisiensi Logistik

Salah satu dampak positif yang diharapkan oleh pelaku logistik adalah peningkatan volume pengiriman. Dengan volume lebih besar, biaya logistik dinilai bisa ditekan dalam jangka panjang. “Naiknya kebutuhan permintaan ini diartikan sebagai peningkatan volume yang berpotensi menekan biaya logistik nasional menjadi lebih efisien dalam jangka panjang.” ungkap Yukki.

Selain itu, realisasi lifting minyak juga menunjukkan tren positif. Hingga November 2025, SKK Migas mencatat produksi minyak domestik mencapai 606.020 barel per hari, melampaui target APBN. Kebijakan B40, yakni pemanfaatan biodiesel berbasis CPO, juga dipandang memiliki dampak besar terhadap rantai pasok logistik. Dengan alih ekspor ke pasar domestik, distribusi bahan baku biodiesel akan semakin intensif.

Investasi dan Sinergi Sektor

Lebih jauh, pelaku logistik berharap kolaborasi lintas sektor terus diperkuat, terutama antara pemerintah, BUMN, pelaku swasta, dan pemangku kepentingan lain dari hulu hingga hilir. “Kami berharap penguatan kolaborasi yang sinergis … agar sektor logistik juga dapat tetap menjadi penopang dalam kebijakan ketahanan energi,” ujar Yukki.

Dukungan ini juga didorong oleh realisasi investasi di sektor energi. Menurut data riset INDEF, investasi di hulu migas tumbuh positif — kuartal III 2025 mencatat kenaikan 12 persen dibanding periode sama tahun lalu, menjadi USD 10,37 miliar.

Logistik Mendukung Transisi Energi Terbarukan

Tidak hanya logistik tradisional migas, ALFI juga mendorong pengembangan EBT dengan infrastruktur logistik yang terintegrasi. Menurut Yukki, pengembangan energi terbarukan seperti surya, angin, air, dan panas bumi di wilayah terpencil sangat tergantung pada konektivitas logistik yang baik.

Contohnya, wilayah Indonesia Timur yang kaya potensi EBT sering kali terkendala infrastruktur transportasi dan logistik. ALFI menyatakan bahwa investasi besar dibutuhkan pada infrastruktur transportasi agar proyek EBT dapat berjalan dengan lancar.

Peran Strategis BUMN Logistik

Di sisi BUMN, Pelindo — perusahaan operator pelabuhan — menyatakan dukungannya terhadap visi ketahanan energi nasional. Dalam transformasi pelabuhan yang dilakukan, Pelindo menekankan peran strategisnya sebagai bagian dari rantai pasok nasional yang mendukung distribusi energi.

Transformasi ini dianggap kunci agar logistik domestik tidak hanya efisien, tetapi juga mampu mendukung arus distribusi energi, terutama energi primer dan infrastruktur EBT, ke berbagai wilayah Indonesia.

Landasan Kebijakan Pemerintah

Dukungan pelaku logistik ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang semakin tegas dalam memperkuat ketahanan energi. Salah satu instrumen penting adalah Keputusan Presiden No. 1 Tahun 2025, yang membentuk Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.

Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan PP No. 39 Tahun 2025 yang mewajibkan perusahaan mineral dan batubara untuk lebih memprioritaskan pasokan dalam negeri, bukan ekspor semata. Kebijakan ini diharapkan dapat menjamin pasokan energi primer domestik dan memperkuat rantai pasok nasional.

Tantangan dan Harapan

Meski dukungan dari logistik sangat positif, ada beberapa tantangan yang perlu diantisipasi:

  1. Investasi Infrastruktur: Agar logistik dapat mendukung proyek transisi energi dan distribusi energi primer, diperlukan investasi besar pada infrastruktur transportasi (jalan, pelabuhan) dan rantai dingin atau logistik khusus energi.

  2. Koordinasi Multi-Pemangku Kepentingan: Kerja sama antara pemerintah, BUMN energi, pelaku logistik swasta, dan pemangku kepentingan lokal harus terus diperkuat untuk menjamin sinergi dari hulu ke hilir.

  3. Efisiensi Biaya: Meskipun volume distribusi meningkat, efisiensi logistik harus dioptimalkan agar biaya tidak menjadi beban tambahan yang menggerus manfaat kebijakan ketahanan energi.

  4. Regulasi dan Insentif: Perlu adanya regulasi pendukung dan insentif fiskal agar pelaku logistik mau berinvestasi di jalur distribusi energi, terutama EBT dan proyek energi di daerah terpencil.

Di sisi lain, para pelaku logistik optimistis bahwa kolaborasi ini bisa memperkuat peran mereka dalam ekosistem nasional, sekaligus mendukung misi ketahanan energi jangka panjang. Dengan semakin banyaknya arus logistik energi — baik migas maupun biofuel dan infrastruktur EBT — sektor logistik nasional dipandang sebagai tulang punggung distribusi energi yang efisien dan terjangkau.