Gudang Narasi

Gudang Narasi Indonesia

KPK: Rp 300 Miliar Bukan Pinjaman Bank, Tapi Dana Rampasan

KPK Rp 300 Miliar Bukan Pinjaman Bank, Tapi Dana Rampasan

GUDANG NARASI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini mengeluarkan klarifikasi tegas terkait simpang siur informasi di masyarakat mengenai sumber uang tunai senilai Rp 300 miliar yang dipamerkan dalam konferensi pers penyerahan aset rampasan. Sebelumnya, beredar kabar yang menyebutkan bahwa tumpukan uang tersebut merupakan “pinjaman” dari bank untuk tujuan pameran.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo (nama samaran), secara resmi membantah klaim tersebut. Budi menjelaskan bahwa uang fisik senilai Rp 300 miliar yang ditampilkan di hadapan publik adalah bagian dari total aset rampasan sebesar Rp 883.038.394.268 (sekitar Rp 883 miliar) yang berhasil disita KPK dari kasus korupsi investasi fiktif yang merugikan PT Taspen (Persero).

Mekanisme Penitipan: Bukan Pinjaman

Budi Prasetyo menjelaskan secara rinci prosedur pengelolaan uang sitaan dan rampasan oleh KPK.

“Kami tegaskan, uang yang dipamerkan itu bukan hasil meminjam dari bank. KPK tidak pernah menyimpan uang hasil sitaan di Gedung Merah Putih karena pertimbangan keamanan dan keterbatasan ruang. Sesuai prosedur hukum, uang sitaan tersebut wajib dititipkan ke bank dalam mekanisme yang disebut ‘Rekening Penampungan’,” jelas Budi dalam konferensi pers di Jakarta.

Menurutnya, uang hasil rampasan tersebut merupakan milik negara yang dikelola dan disimpan oleh bank, dalam hal ini Bank BNI cabang Mega Kuningan Jakarta (berdasarkan laporan media), di rekening penampungan atas nama KPK.

“Maka, ketika kami perlu memperlihatkan uang fisik ini kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum, kami mengambilnya dari rekening penampungan tersebut, tentunya dengan pengawalan ketat,” tambahnya.

Klarifikasi ini muncul setelah seorang Jaksa Eksekutor KPK, Leo Sukoto (nama samaran), dalam acara penyerahan aset rampasan kepada PT Taspen pada Kamis (20/11) sempat menyatakan bahwa KPK “meminjam” uang tersebut dari bank untuk dipamerkan dan akan dikembalikan pada sore hari. Pernyataan tersebut memicu berbagai interpretasi dan spekulasi di media sosial.

Total Aset dan Kasus Taspen

Uang tunai senilai Rp 300 miliar yang dipamerkan itu disusun dalam tumpukan setinggi sekitar 1,5 meter dan panjang 7 meter, seluruhnya terdiri dari pecahan Rp 100.000. Jumlah ini hanya sebagian kecil dari total aset yang dirampas dalam kasus ini.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu (nama samaran), yang memimpin serah terima aset, menjelaskan bahwa total asset recovery yang diserahkan kepada PT Taspen mencapai Rp 883 miliar, ditambah enam unit efek.

“Karena keterbatasan ruangan dan juga alasan keamanan, uang yang kami tampilkan hanya sejumlah Rp 300 miliar dari total Rp 883 miliar. Namun, total keseluruhan dana telah diserahkan secara resmi kepada PT Taspen,” kata Asep.

Uang rampasan ini berasal dari tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan investasi fiktif dana pensiun PT Taspen yang merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 1 triliun. Kasus ini menjerat mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Kosasih (nama samaran), yang telah divonis bersalah.

Transparansi dan Pesan Anti-Korupsi

Langkah KPK memamerkan uang tunai fisik ini merupakan strategi komunikasi untuk memberikan gambaran nyata kepada publik mengenai dampak kerugian negara akibat korupsi. Tujuan utamanya adalah untuk:

  1. Ransparansi: Menunjukkan bahwa dana sitaan benar-benar ada dan telah berhasil diselamatkan untuk dikembalikan kepada pihak yang dirugikan (dalam hal ini, dana pensiun ASN).
  2. Akuntabilitas: Memastikan tidak ada keraguan masyarakat terhadap jumlah uang yang berhasil diselamatkan dari kejahatan korupsi.
  3. Pesan Moral: Memberikan efek jera visual kepada para pelaku korupsi dan memperkuat pesan bahwa uang hasil kejahatan pasti akan dilacak dan dirampas kembali oleh negara.

Budi Prasetyo kembali menekankan agar masyarakat tidak salah memahami istilah ‘pinjam’ yang disebutkan sebelumnya.

“Prosesnya adalah penarikan sementara dari rekening penampungan di bank untuk keperluan peragaan, dan kemudian dikembalikan ke rekening bank setelah acara selesai, bukan pinjaman dari dana operasional bank. Ini adalah dana rampasan sah milik negara,” pungkasnya.